Beranda | Artikel
Perjalanan Menuntut Ilmu Syari (1)
Minggu, 5 April 2015

Bersabar di Jalan Thalabul ‘Ilmi

Dari berbagai artikel yang telah dipublikasikan sebelumnya, kita telah memahami tentang keutamaan dan urgensi menuntut ilmu agama (ilmu syar’i). [1] Setelah jelas bagi kita tentang keutamaan dan kenikmatan meraih ilmu syar’i [2] serta pahala yang Allah sediakan bagi para thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu), penulis sangat berharap bahwa hal ini dapat mendorong pembaca semuanya untuk semakin giat dalam thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu agama). Hendaklah kita menjadi orang-orang yang bersabar di jalan thalabul ‘ilmi. Jangan sampai mudah merasa jenuh dan bosan, karena inilah salah satu adab dalam thalabul ‘ilmi.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,”Hendaklah penuntut ilmu bersabar ketika menuntut ilmu dan jangan sampai bosan. Karena jika manusia sudah tertimpa rasa bosan, maka dia akan merasa letih dan kemudian meninggalkannya. Akan tetapi, jika dia tetap istiqomah dalam belajar, maka sesungguhnya dia akan meraih pahala orang yang bersabar pada satu sisi, dan dia akan meraih hasilnya pada sisi yang lain.” [3]

Salah satu sebab yang membantu kita untuk menuntut ilmu adalah tidak pernah mengenal rasa letih dan terus-menerus dalam menuntut ilmu. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,”Seorang penuntut ilmu seharusnya mengerahkan kesungguhannya demi meraih ilmu dan bersabar di atasnya.  Kemudian menjaga ilmu itu setelah mendapatkannya. Karena ilmu itu tidaklah didapat dengan badan yang bersantai-santai saja. Seorang pelajar haruslah menempuh seluruh jalan menuju ilmu. Dan dia akan diberi pahala atas hal itu. Karena adanya hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Shahih Muslim bahwa beliau bersabda,’Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.’” [4]

Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba untuk menempuh jalan menuju mata air ilmu, jangan pernah merasa letih bosan. Bertahanlah!! Bersabarlah!! Karena di sana ada mata air ilmu yang mengalir jernih, yang menyejukkan hati bagi siapa saja yang mendatangi dan meminumnya. Sungguh kenikmatan yang hakiki. Namun sayangnya, sedikit sekali di antara kita yang menyadarinya.

Meninggalkan Kampung Halaman untuk Menuntut Ilmu

Mata air ilmu ini tidaklah kita dapati di sembarang tempat. Terkadang kita harus berjalan dari satu tempat ke tempat lain demi berburu ilmu. Meninggalkan kampung halaman menuju suatu negeri yang jauh demi mendapatkan ilmu. Perjalanan inilah yang merupakan salah satu sebab yang membantu kita untuk tetap bersemangat menuntut ilmu. Syaikh Muhammad bin Shalih bin Ishaq hafidzahullah berkata,”Di antara sebab yang membantu kita untuk tetap bersemangat menuntut ilmu adalah mengadakan perjalanan dari negerinya ke negeri yang lain dengan maksud untuk bertemu dengan para ulama Rabbani, mengambil ilmu langsung dari mereka, duduk dengan meraka dan mengambil faidah dari mereka. Terdapat dalil-dalil dari syariat yang mendorong dan memotivasi kita untuk mengadakan perjalanan dalam rangka menuntut ilmu ini.” [5]

Ini pula yang telah dicontohkan oleh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak segan-segan untuk menempuh suatu perjalanan yang jauh demi bertanya tentang ilmu.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الحَارِثِ، أَنَّهُ تَزَوَّجَ ابْنَةً لِأَبِي إِهَابِ بْنِ عُزَيْزٍ فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: إِنِّي قَدْ أَرْضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي تَزَوَّجَ، فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ: مَا أَعْلَمُ أَنَّكِ أَرْضَعْتِنِي، وَلاَ أَخْبَرْتِنِي، فَرَكِبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ» فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ، وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ

Dari ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya beliau menikah dengan anak perempuan dari Abu Ihab bin ‘Aziiz. Kemudian datanglah seorang wanita kepadanya seraya berkata,”Sesungguhnya aku telah menyusui ‘Uqbah dan wanita yang dinikahinya!” Maka ‘Uqbah berkata kepadanya,”Aku tidak tahu kalau Engkau menyusuiku dan Engkau pun tidak memberi tahu aku”. ‘Uqbah kemudian pergi (dari Makkah) menemui Rasulullah di Madinah. ‘Uqbah bertanya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Bagaimana lagi, sudah dikatakan demikian”. ‘Uqbah pun menceraikan istrinya, dan menikah dengan wanita yang lainnya. [6]

Lihatlah semangat ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu untuk mengadakan perjalanan dalam rangka menanyakan suatu permasalahan ilmu.

Alqamah bin Qais An-Nakha’i dan Aswad bin Yazid An-Nakha’i rahimahumallah –keduanya penduduk Irak- mendengar hadits dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu di Madinah. Mereka berdua tidak merasa puas sehingga mereka pergi ke Madinah dan mendengar hadits tersebut langsung dari ‘Umar. [7]

Para ulama salaf dulu pun rela menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan demi meraih ilmu. Mereka rela berjalan berpuluh-puluh kilometer, dari satu negeri ke negeri yang lainnya demi mencari satu hadits. Kesulitan, penderitaan dan berbagai rintangan yang mereka dapatkan tidaklah mereka rasakan karena adanya kenikmatan ilmu yang berhasil mereka raih. Sungguh indah hidup ini, jika diisi dengan semangat untuk belajar, mencari ilmu dan melakukan berbagai amal ketaatan. Itulah kebahagiaan yang mereka dapatkan, surga mereka di dunia ini. Dan jika kita benar-benar mengetahui nikmat yang dianugerahkan kepada mereka berupa ilmu dan amal shalih, niscaya kita akan berusaha merebutnya dengan mengerahkan seluruh kemampuan kita.

Meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu merupakan salah satu perhiasan yang harus ada dalam diri seorang penuntut ilmu dalam kehidupan ilmiyyahnya. Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata,”Barangsiapa yang tidak pernah pergi untuk menuntut ilmu, maka dia tidak akan didatangi untuk didatangi (diambil) ilmunya. Barangsiapa yang tidak pernah pergi dalam masa belajarnya untuk mencari guru serta menimba ilmu dari mereka, maka dia tidak akan didatangi untuk belajar darinya. Karena para ulama dahulu -yang telah melewati masa belajar dan mengajar- mempunyai banyak tulisan, karya ilmiyyah, dan pengalaman yang sulit ditemukan di dalam kitab.” [8]

[Bersambung]

***

Selesai disusun di pagi hari, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 14 Jumadil Akhir 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Bisa dibaca kembali beberapa artikel berikut ini:

https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/keutamaan-menuntut-ilmu-agama.html

https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/urgensi-menuntut-ilmu-syari.html

https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/kemuliaan-ilmu-dan-ulama.html

https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/gapai-surga-dengan-ilmu-agama.html

[2] Silakan dibaca kembali artikel berikut:

https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/kelezatan-ilmu-syari-vs-konser-musik.html

[3] Kitaabul ‘Ilmi, hal 41.

[4] Kitaabul ‘Ilmi, hal 60.

[5] Kaifa Tatahammasu li Thalabil ‘Ilmi Syar’i, hal 220.

[6] HR. Bukhari no. 88.

[7] Syarh Alfiyyah, 2/226 karya Al-Hafidz Al-‘Iraqi rahimahullah. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Thalabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 221.

[8] Hilyah Thaalibil ‘Ilmi.

🔍 Dalil Tentang Malaikat, Labaik Allah Huma Labaik, Herbal Ruqyah, Jelaskan Cara Berpakaian Yang Tidak Sesuai Dengan Islam, Benci Orang Tua


Artikel asli: https://muslim.or.id/25161-perjalanan-menuntut-ilmu-syari-1.html